Pengertian Perjanjian Internasional , Fungsi, Tahapan, Asas dalam Perjanjian Internasional

Dalam Artikel ini akan dibahas Mengenai pengertian perjanjian Internasional, Fungsi perjanjian internasional, tahapan-tahapan dalam Perjanjian Internasional, serta Asas-Asas Dalam Perjanjian Internasional.

Pengertian Perjanjian Internasional , Fungsi, Tahapan, Asas dalam Perjanjian Internasional
Pengertian Perjanjian Internasional , Fungsi, Tahapan, Asas dalam Perjanjian Internasional. Source: Pexels.com

A. PENGERTIAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Para ahli memberikan uraian yang bermacam-macam tentang definisi perjanjian internasional, berikut penjabarannya:
1. Menurut Mochtar Kusumaatmadja
Perjanjian internasional merupakan perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk menghasilkan aturan tertentu atas dasar perjanjian yang disepakati pihak-pihak terlibat. Dalam definisi tersebut, subjek-subjek aturan internasional yang mengadakan perjanjian yakni anggota masyarakat bangsa-bangsa, termasuk pula lembaga-lembaga internasional dan negara-negara.

2. Menurut G. Schwarzenberger
Perjanjian internasional merupakan persetujuan antara subjek-subjek aturan internasional yang mengakibatkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam aturan internasional, sanggup berbentuk bilateral maupun multilateral. Subjek-subjek aturan dalam hal ini berupa lembaga-lembaga internasional dan juga negara-negara.

3. Menurut Oppenheim
Perjanjian internasional merupakan suatu persetujuan antarnegara, yang mengakibatkan hak dan kewajiban di antara para pihak.

4. Michel Virally
Sebuah perjanjian merupakan perjanjian internasional bila melibatkan dua atau lebih negara atau subjek internasional  dan diatur oleh aturan internasional.

5. Menurut B. Sen
Unsur-unsur pokok dari perjanjian internasional adalah: (a) perjanjian yakni sebuah kesepakatan; (b) kesepakatan tersebut terjadi antarnegara termasuk organisasi internasional; dan (c) setiap kesepakatan mempunyai tujuan membuat hak dan kewajiban di antara para pihak yang berlaku di dalam suasana aturan nasional.

Dari beberapa pengertian yang disampaikan oleh para jago di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa Perjanjian Nasional merupakan kesepakatan antara dua atau lebih subjek aturan internasional (lembaga internasional, negara), yang berdasarkan aturan internasional mengakibatkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kesepakatan.

Perjanjian internasional sering pula disebutkan dengan istilah-istilah tertentu. Istilah-istilah yang umum digunakan yakni sebagai berikut.
1. Traktat (treaty)
Traktat merupakan suatu perjanjian antara dua negara atau lebih untuk mencapai hubungan aturan mengenai kepentingan aturan yang sama. Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang mengikat dan mutlak serta harus diratifikasi (disahkan). Istilah traktat umumnya digunakan pada perjanjian internasional yang bersifat politis. Contohnya yakni Treaty Contract mengenai penyelesaian problem dwi kewarganegaraan tahun 1955 antara Indonesia dengan RRC.

2. Agreement
Agreement merupakan suatu perjanjian antara dua negara atau lebih, yang mempunyai efek aturan menyerupai pada traktat. Agreement lebih bersifat eksekutif, non politis, dan tidak secara mutlak harus diratifikasi sehingga tidak perlu diundangkan dan disahkan oleh kepala negara. Walaupun terdapat juga agreement yang dilakukan oleh kepala negara, tetapi penandatanganan dilakukan oleh wakil-wakil departemen dan tidak perlu ratifikasi. Contohnya yakni aggrement wacana ekspor impor komoditas tertentu.

3. Konvensi
Konvensi merupakan suatu perjanjian persetujuan yang umum digunakan pada perjanjian multilateral. Ketentuan-ketentuan di dalamnya berlaku untuk masyarakat internasional secara keseluruhan. Contohnya yakni Hukum maritim Internasional tahun 1982 di Montego-Jamaica.

4. Protokol
Protokol merupakan suatu perjanjian persetujuan yang kurang resmi dibandingkan dengan traktat dan konvensi. Protokol hanya mengatur wacana masalah-masalah tambahan, menyerupai persyaratan perjanjian tertentu. Umumnya protokol tidak dilaksanakan oleh kepala negara. Contohnya yakni Protokol Den Haag tahun 1930 wacana perselisihan penafsiran undang-undang nasionalitas mengenai wilayah perwalian, dan lain-lain.

5. Piagam (statuta)
Piagam (statuta) merupakan himpunan peraturan yang ditetapkan sebagai pesetujuan internasional, baik mengenai lapangan-lapangan kerja internasional ataupun wacana anggaran dasar suatu lembaga. Contoh piagam yakni Statuta of The International Court of Justice tahun 1945. Piagam terkadang juga digunakan sebagai alat tambahan/lampiran pada konvensi. Contoh piagam untuk konvensi yakni Piagam Kebebasan Transit yang dilengkapi untuk Convention of Barcelona tahun 1921.

6. Charter
Charter merupakan piagam yang digunakan untuk membentuk tubuh tertentu. Contohnya yakni The Charter of The United Nation tahun 1945 dan Atlantic Charter tahun 1941.

7. Deklarasi (declaration)
Deklarasi merupakan suatu perjanjian yang bertujuan untuk memperjelas atau menyatakan adanya aturan yang berlaku atau untuk membuat aturan baru.  Contohnya yakni Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948.

8. Covenant
Covenant merupakan istilah yang digunakan Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920 yang bertujuan untuk menjamin terciptanya perdamaian dunia, meningkatkan kerjasama internasional, dan mencegah terjadinya peperangan.

9. Ketentuan epilog (final act)
Ketentuan epilog merupakan suatu dokumen yang mencatat ringkasan hasil konferensi. Pada ketentuan epilog ini disebutkan negara-negara peserta dan nama-nama utusan yang turut berunding wacana hal-hal yang disetujui dalam konferensi.

10. Modus vivendi
Modus vivendi merupakan suatu dokumen yang mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara, hingga berhasil diwujudkan ketentuan yang pasti. Modus vivendi juga tidak mensyaratkan ratifikasi. Umumnya modus vivendi digunakan untuk menandai adanya perjanjian yang gres dirintis.

B. FUNGSI PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian internasional mempunyai sejumlah fungsi. Diantara sejumlah fungsi-fungsi tersebut yakni berikut.
  • Perjanjian internasional digunakan untuk mendapatkan pengakuan secara umum dari anggota masyarakat.
  • Dapat menjadi sumber aturan intenasional.
  • Dapat digunakan sebagai sarana untuk melaksanakan pengembangan kerjasama internasional secara damai.
  • Mempermudah peluang transaksi dan komunikasi antaranegara.

C. TAHAP ATAU PROSES TERBENTUKNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL
Setipa negara mempunyai kemampuan untuk membentuk penjanjian internasional alasannya negara merupakan subjek aturan internasional. Para jago telah menguraikan tahap-tahap tersebut. Tahapan ini juga terdapat dalam aturan positif di Indonesia.

1. Menurut Pendapat Para Ahli
Terdapat variasi pendapat oleh para jago wacana tahap-tahap terbentuknya perjanjian internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmadja (1982), berdasarkan praktik di beberapa negara, pembentukan penjanjian internasional dibagi kepada dua cara, yaitu sebagai berikut.
  • Perjanjian internasional dibuat dari tiga tahap: perundingan, penandatanganan, ratifikasi.
  • Ada pula yang hanya melalui dua tahap: negosiasi dan penandatanganan.

Cara pertama umumnya diadakan untuk hal-hal yang dianggap penting sehingga perlu adanya persetujuan dari DPR. Cara kedua digunakan untuk perjanjian yang tidak terlalu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat, contohnya perjanjian perdagangan yang berjangka pendek.
Pendapat lainnya yakni dari Pierre Fraymond (1984) yang mana menurutnya ada dua mekanisme pembuatan penjanjian internasional, yaitu sebagai berikut.

a. Prosedur normal (klasik)
Prosedur ini mengharuskan persetujuan dari parlemen. tahapannya melalui negosiasi (negotiation), penandatanganan (signature), persetujuan dewan legislatif (the approval of parliament), dan pengesahan (ratification).

b. Prosedur yang disederhanakan (simplified)
Prosedur yang dimaksudkan tidak mensyaratkan persetujuan dewan legislatif dan rafitikasi. Prosedur tersebut biasanya timbul alasannya pengaturan hubungan internasional memerlukan penyelesaian yang cepat.

2. Menurut Hukum Positif Indonesia
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 11 ayat (1) tertulis bahwa Presiden dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat membuat perjanjian dengan negara lain. Karena perjanjian mengakibatkan akhir yang luas dan fundamental bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang, pembuatan perjanjian internasional harus disertai persetujuan DPR.

Aturan lainnya mengenai pembuatan perjanjian internasional terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun 2000. Di dalam Pasal 4 disebutkan bahwa pembuatan perjanjian internasional antara Pemerintah RI dengan negara lain dan organisasi internasional dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan dengan tujuan yang baik. Pemerintah RI juga berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memperhatikan baik aturan nasional maupun aturan internasional yang berlaku.

Dalam undang-undang tersebut ditegaskan pula bahwa pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui sejumlah tahapan. Tahapan-tahapan tersebut yakni sebagai berikut.
a. Penjajakan
Tahap penjajakan ini merupakan awal dari sebuah perjanjian internasional . Pada tahap penjajakan ini, sejumlah pihak berunding mengenai kemungkinan akan dibuatkan suatu perjanjian internasional.

b. Perundingan (negotiation)
Pada tahap perundingan, dilakukan pembahasan mengenai isi perjanjian dan masalah-masalah teknis yang kelak disepakati. Perundingan bertujuan untuk bertukar pandang mengenai masalah-masalah politik, penyelesaian pertikaian, dan hal-hal lain yang menjadi keprihatinan bersama.

Dalam perjanjian bilateral, negosiasi dilaksanakan oleh kedua negara. Sementara itu, dalam perjanjian multirateral, negosiasi dilaksanakan melalui sebuah konferensi khusus atau melalui sidang organisasi internasional.

Dalam melaksanakan perundingan, masing-masing negara mengutus wakil-wakil resmi yang kompeten dari negaranya. Pemilihan wakil ditentukan oleh negara yang bersangkutan. Hukum internasional membuat ketentuan mengenai surat kuasa penuh (full powers) yang harus dimiliki oleh perwakilan negara dalam menghadiri negosiasi perjanjian internasional. Perwakilan negara dipandang sah untuk bergabung apabila memperlihatkan surat kuasa penuh ini. Namun, keharusan ini tidak berlaku bagi presiden atau menteri luar negeri. Mereka sudah dipandang sah mewakili negaranya alasannya jabatan yang disandang.

c. Perumusan naskah perjanjian
Pada tahap ini, rancangan perjanjian internasional dirumuskan.

d. Penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text)
Penerimaan naskah perjanjian dilakukan untuk menyetujui garis-garis besar dari isi perjanjian, contohnya persetujuan wacana topik-topik atau bab-bab yang akan diatur dalam perjanjian. Penerimaan perjanjian menghasilkan kerangka perjanjian, akan tetapi belum menghasilkan isi yang rinci. Para peserta negosiasi sudah saling ada keterikatan dan diperkenankan mengubah perjanjian yang telah ditetapkan. Penerimaan naskah perjanjian dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing negara.

e. Penandatanganan (signature)
Sesudah naskah perjanjian diterima, naskah tersebut ditandatangani. Penandatanganan membuktikan pengesahan naskah perjanjian internasional yang telah disepakati. Namun, sifat perjanjian tersebut belum mengikat. Pengikatan diri negara peserta pada perjanjian gres terjadi sehabis dilakukan tahap pengesahan.

f. Pengesahan naskah perjanjian (authentication of the text)
Pengesahan merupakan perbuatan aturan yang bertujuan mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk pengesahan (ratification), aksesi (accession), penerimaan (acceptance), dan persetujuan (approval).
  • Ratifikasi merupakan pengesahan suatu perjanjian internasional oleh negara yang menandatangani perjanjian tersebut berdasarkan konstitusi negara masing-masing. Melalui ratifikasi, suatu negara oke untuk mengikatkan diri atau tunduk kepada isi perjanjian. Bagi suatu negara, pengesahan diharapkan untuk mempertimbangkan lebih jauh apakah perjanjian internasional itu benar-benar diharapkan oleh negara, sebelum negara tersebut kelak terikat pada perjanjian yang telah dibuat.
  • Bentuk pengesahan lainnya yakni aksesi. Aksesi tersebut berupa negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian.
  • Bentuk pengesahan ketiga yakni penerimaan dan persetujuan, yaitu pernyataan mendapatkan atau menyetujui dari negara-negara peserta perjanjian terhadap perjanjian internasional. Namun, ada pula perjanjian-perjanjian internasional yang tidak memerlukan pengesahan dan secara otomatis berlaku setelah tahap penandatanganan.

Di Indonesia, pengesahan perjanjian internasional oleh dilakukan melalui undang-undang atau keputusan presiden. Pengesahan akan dilakukan melalui undang-undang jikalau perjanjian internasional tersebut berafiliasi dengan hal-hal berikut:
  • masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara
  • perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara
  • kedaulatan negarakedaulatan negara
  • hak asasi insan dan lingkungan hidup
  • pembentukan kaidah aturan baru
  • pinjaman dan/atau hibah luar negeri
Di luar hal-hal tersebut, pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui keputusan presiden.

D. ASAS PERJANJIAN INTERNASIONAL
Terdapat beberapa asas yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh subjek aturan yang mengadakan perjanjian internasional. Asas-asas tersebut yakni sebagai berikut.
  • Pacta Sunt Servanda; bermakna setiap perjanjian yang sudah dibuat harus ditaati.
  • Egality Rights; bermakna pihak yang saling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama.
  • Reciprositas; bermakna tindakan suatu negara terhadap negara lain bisa dibalas setimpal.
  • Bonafides; bermakna perjanjian yang dilakukan harus berlandaskan dogma baik.
  • Courtesy; bermakna asas saling menghormati dan juga saling menjaga kehormatan negara.
  • Rebus sic Stantibus; bermakna sanggup digunakan terhadap perubahan yang fundamental dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian tersebut.

E. PEMBATALAN DAN BERAKHIRNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pada Konvensi Wina tahun 1969, perjanjian internasional akan dinyatakan batal ketika:
  • Adanya pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan aturan nasional oleh salah satu negara peserta.
  • Terdapat unsur kesalahan pada dikala perjanjian tersebut dibuat.
  • Terdapat unsur penipuan dari suatu negara peserta terhadap negara peserta yang lain pada dikala pembentukan perjanjian.
  • Adanya penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan maupun penyuapan.
  • Terdapat unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut bisa dengan bahaya ataupun dengan penggunaan kekuatan.
  • Bertentangan dengan aturan dasar aturan internasional.

Mochtar Kusumatmadja menyebutkan bahwa suatu perjanjian berakhir alasannya hal-hal berikut:
Sudah tercapai tujuan perjanjian internasional.
  • Masa berlaku perjanjian internasional telah habis.
  • Salah satu dari pihak peserta perjanjian menghilang atau objek perjanjian punah.
  • Terdapat persetujuan dari peserta untuk mengakhiri perjanjian.
  • Terdapat perjanjian gres di antara para peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.
  • Syarat-syarat mengenai pengakhiran perjanjian yang sesuai dengan ketentuan perjanjian telah dipenuhi.
  • Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran tersebut diterima oleh pihak lain.
Demikian lah Penjelasan singkat mengenai pengertian perjanjian Internasional, Fungsi perjanjian internasional, tahapan-tahapan dalam Perjanjian Internasional, serta Asas-Asas Dalam Perjanjian Internasional.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Komentarlah yang baik dan bijak, jangan spam ya..